Minggu, 10 November 2013

Seberkas luka

Seperti yang ku katakan pada kemarin
Memang benar tak ada yang seperti dirinya
Tapi masih banyak yang senang menungguiku dalam sepi
Air mata kadang menjadi awal di mana pintu bahagia kan terbuka
Seiring berjalannya waktu semua kan teratasi

Kan datang balasan di hari esok
Tuk taui tentang kisah yang tak jua ku mengerti seperti bayang kelam dirimu...

Bukan murka yang seharusnya ada tapi bahagia yang tersimpan haruslah terlihat di sini... saat ini juga...Tercoreng sudah seberkas kenangan yang sempat ada, hadirkan lembaran baru yang datang penuh cahaya. Sempat ada rasa ingin kembali waktu itu, tapi kenyataan yang ada mulai menyadarkan hati tentang sebuah rasa yang selalu coba ku pungkiri sejak lama hanya karena satu keyakinana yang sejak lama membara di relung jiwa dan menggelora setiap kali ingin ku coba menghapusnya, ohh ini memang cobaan yang sampai memilukan hati dan perasaanku, menguras air mata itu sudah pasti, karena selain cengeng diriku ini tak pernah bisa bercerita pada siapapun jadi, membeludaklah masalah demi masalah, dan perasaan demi perasaan, beradu menjadi belenggu tak berujung....
Tapiii Itu dulu....sebelum ada Sang Jagoan si pencuri hatiku, sejak saat itu dunia seakan berwarna warni, dan kelabu yang dulu sempat menyelimuti hilang sekejap mata...
Tuhan memang maha adil nan bijaksana pemecah segala masalah bila hati kita benar-benar memanggilnya dalam setiap demo kesedihan dalam diri saat duka membelenggu dan ambisi naik menjadi sepuluh derajat dari biasanya...
Cintaa cintaa.....
Membuatku berputar-putar, kadang tersenyum sendiri, bahkan menangis sejadi-jadinya, kerinduan yang menyayat, seakan menjepit waktu yang tak mungkin kembali.
hapus air mata itu sesering apapun kesedihan dan kegagalan datang , karena tak ada kata gagal dalam kehidupan, yang ada hanyalah pengorbanan setulus hati yang berbuah keberhasilan yang tak terduga... yakini the miracle itu ada dalam alam bawah sadar kita....
menangis adalah hal biasa saat hati merasa teusik dan di terka ke khawatiran yang mendalam... tapi sadarilah sesungguhnya tangisan hanya akan semakin membuat kekhawatiran semakin nyata dan menjelma jadi kehancuran...

Menjemput Matahari Di Hatiku


Tak sempat bergeming saat termenung dalam malam sendu
Gemerlap cahaya embun yang tak jua redup
Hentakkan yang tersirat kini tinggal bayang kelam
Langgit jua yang menggebu pada akhirnya...

Ada rindu yang tersirat
Namun kejujuran enggan mengungkapkannya
Jadilah benih air mata yang tersisihkan
Hingga terkenang di hari esok saat tersedih...

Mengulang ribuan detik yang dulu tertinggal
Menyisakan luka dalam dada
Akankah semua berakhir sekejap mata
Hanya dalam ilusi ini ku ungkap tabir lukisan yang hakiki
Hingga menjadi untaian kata berarti...






Akhirnya Karam Jua

Jangan biarkan letih memperbudak jiwamuJangan biarkan amarah menjatuhkanmuJangan biarkan kebencian menghancurkanmu Lihatlah mentari yang memberi ilmu kelembutanLihatlah awan yang memberi ilmu kedamaianLihatlah Ibu yang memberikan ilmu ketulusan Jadilah bintang yang paling bersinarJadilah pemilik hati yang muliaJadilah seperti apapun yang kau mau Rubahlah semua cerita kelam yang sempat menguasai jiwamuDari pribadi yang kelamHingga menjadi pribadi yang cemerlangKarna kegagalan hanya datang di awal dan akan segera hilangSampai satu kata yang akan kau ucapAkhirnya karam jua segala ujian ini” 




Lidahku Puisiku


Sekeras tulang menusuk di bilik kanan sang malam
Sedetikpun takkan mengakhiri perih yang menganga
Telah sedari awal terdengar alunan semerdu lagu merindu
Tak jua kah kau temui secerca cahayanya  hah ...???
Kelam...
Memang  hanya kelam yang akan  kau dapati kini...
Wewangian takkan menghapus busuknya kelabu yang telah terlanjur kau tabur
Menangislah kau ...!!!
Takkan ada lagi maaf bagimu
Santaplah bangkai yang kau sediakan untuk hidupmu yang kau buat hancur itu
Mau siapa lagi yang kau salahkan hah??
Tanganmu kah?
Kakimu kah?
Otakmu kah?

Jangan bodoh....
Salahkanlah hatimu yang kotor itu
Yang sama sekali tak pernah kau berikan sedikitpun arti hidup yang suci...
Sadarilah... Sadarilah

Sebelum ajal dan hewan-hewan tanah menggerogoti tubuhmu yang menjijikan

Kamis, 07 November 2013

Tarian Ombak di Pesisir Hijau

Sendiri dalam terjang badai asmara
Menelan seteguk kerinduan pada wangi tubuhnya
Terlelap lagi di hamparan pasir pesisir hijau
Enggan menenggelami lautan yang kejam nan liar

Kadang aku serupa karang

Berdiri hebat menjadi penakluk ombak 
Namun seringkali berubah khayalku
Seperti rapuhnya istana pasir saat tercabik hujan 

Bukan karena mata tak mampu memandang 

Bukan pula langkah tergoyah oleh kecamuk luka 
Ini hanya tentang kata yang tak sempat menepi di ujung lidah
Membendung amarah terkoyak sembilu